04 Jul Malpraktik Kampus
Malpraktik Kampus, Penjaja Kata. Selepas pulang shalat tarawih dari masjid kampus, Manjana pulang dengan tergesa-gesa menuju kostannya yang sangat jauh, kurang lebih sejauh stasiun Gambir ke Monas.
Tiba di kostan, bukannya membuka Al-Quran atau membuka buku catatan kuliah, Manjana malah mebuka tas yang isinya alat-alat ketampanan yang sudah lapuk dan berdebu (Maklum, dia cowo metroseksual musiman).
Sebuah cermin kecil diambilnya dari tas yang seukuran dompet ibu-ibu di pasar, dipandangnya cermin itu dengan seksama. Gelagatnya pun tertebak, sepertinya Manjana curi-curi pandang dengan cewe sewaktu tarawih tadi, masa sama cowo coba? Ih linuu…
Entah mengapa Manjana terkejut tatkala ia memandangi cermin, sesosok pria dengan ciri; rambut gondrong klimis, jerawat brownies, berkulit manggis tapi bukan ekstraknya, tampil bak roh halus dari balik cermin.
Manjana pun berucap padanya “Gue kenal elu, jangan seenak jidat nampak, dasar korban malpraktik kampus! Pergi! Gue tak sudi melihat wajahmu. Hahaha..”
Ya, memang Manjana mengenal baik bahkan buruknya sosok tersebut, pria yang disebutnya sebagai korban malpraktik kampus. Entah karena salah siapa, apakah salah bunda mengandung? Atau salah bapak yang diundang? Mari kita tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.
Tak lama kemudian, Manjana menghela nafas panjang sambil mengelus-elus dadanya sendiri. Raut mukanya mendadak kecut, bahkan mengalahkan kekecutan cuka apel. Ternyata dia baru sadar bahwa sosok pria itu adalah; dirinya sendiri.
Akhirnya, reaksi kimia dalam otaknya lah yang menggerakan mulut Manjana untuk berkata “Rasakanlah senjatamu sendiri tuan! Ternyata cewe tadi benar, gue berubah drastis!”
Malpraktik kampus terjadi atas dasar niat dosen yang dengan semena-mena memberikan tugas kuliah yang menumpuk, kampus yang dengan tega membuat jadwal dan uang kuliah menumpuk, dan hal-hal lain yang ada didalam tumpukan penderitaan kami.
Alhasil, kami terserang penyakit kronis, tragis, sinis, najis, bengis, dan is is lainnya. Kalau ada sempat waktu liburan pun kami hanya bisa liburan ke kota Malang, karena kota tersebut lah yang mengerti nasib kami. :'(
Begitulah kurang lebih pemaparan dari Manjana, kontributor yang dirahasiakan dari dunia maya yang sering membutakannya. Jiaahhh
ket: Manjana (Mahasiswa semenjana, dilematis dalam IPK yang selalu labil walau sudah tingkat akhir).
< BEWARA >
Cerita ini hanya fiktif belaka, jikalau ada kesamaan penokohan, latar cerita, dan lain sebagainya.. ya harap maklum, syukuri aja siapa tahu mendadak beken. 😀
No Comments