Dalam dinginya sepertiga malam, desiran angin dingin hidupkan mata dan tubuh Kakanda yang tengah terlelap. Lantas, dia mengusap wajah dengan kedua belah tangan sembari mengucap untaian doa. Lalu dia turun dari pembaringannya, melangkahkan kaki untuk mengambil air suci yang dapat
Kakanda dan Adinda #Part21
Siang itu, diantara perasaan riang yang mendera anak-anak, namun tak nampak dari paras Adinda yang nampaknya tengah lelah dan lunglai. Anonim : Kakak kenapa? Adinda : Kakak tidak apa-apa ko, dik. Adinda membelai halus rambut gadis manis tersebut, nampaknya anak
Kakanda dan Adinda #Part20
Layangan itu pun terbang terbawa oleh arus angin, hinggaplah diatas genting kediaman sederhana Kakanda dan Adinda. Terdengar teriakan para anak yang menderu-deru dan langkah kaki yang menggebu-gebu. Adinda : Hati-hati, anak-anak. Jangan berebutan seperti itu ya? Namun mereka anak-anak, kuping
Kakanda dan Adinda #Part19
Saat ini dia mulai terlihat bugar kembali, dia mulai bisa bersuara, menyuarakan suara khasnya. Kakanda : Dia sudah sembuh, Adinda. Adinda hanya termenung, dibuai oleh indahnya suara tersebut. Akhirnya, Kakanda pun menyadarkannya dengan sentuhan manja. Kakanda : Burung ini harus
Kakanda dan Adinda #Part18
Angin beserta udara yang dikandungnya menghempaskan sekujur raganya ke bumi, sejenak ingatannya hilang ditelan gravitasi. Hei, dimanakah kalian kehidupan? Tidakkah menolong jiwa yang sedang dilanda kesulitan ini? Adinda : Mari kita bawa, Kakanda. Kita obati dia sampai sembuh dan pulih
Kakanda dan Adinda #Part17
Bulan, bercahaya pucat pasi bak seonggok nasi. Kakanda : Malam ini, tahukah engkau apa yang mengundang decak kagum mata hatiku, Adinda? Adinda menggeleng sayu, namun bibirnya tersenyum sendu. Kakanda : Tengoklah bulan sabit itu! Bulan sabit, berbentuk begitu anggun. Anggun,