Kisah Dede Si Penjual Krupuk Mie - Blogger Bandung | Penjaja Kata
Blogger Bandung yang menyediakan berbagai kebutuhan kata
Blogger Bandung | Copywriter
37
post-template-default,single,single-post,postid-37,single-format-standard,bridge-core-1.0.4,ajax_fade,page_not_loaded,,side_area_uncovered_from_content,qode-theme-ver-18.0.9,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.7,vc_responsive
 

Kisah Dede Si Penjual Krupuk Mie

Kisah Dede Si Penjual Krupuk Mie

Semenjak ayahnya meninggal 1 tahun lalu, Dede si gadis kecil hitam manis berwajah bulat menjalani kerasnya kehidupan berdua dengan ibunda tercinta bu Masitoh. Tak ada harta peninggalan yang mewah dari ayahnya, selain hanya satu yaitu membiayai sekolah Dede sampai tamat SD. Memang sejak dari dulu keluarga kecil ini hidup sederhana dan menetap disebuah rumah kontrakan di kampung D, tak banyak kemewahan yang dimiliki oleh keluarga ini.

Dulu alamarhum ayah Dede bekerja sebagai kuli bangunan, karena suatu sebab yang tak pasti beliau mengalami kecelakan kerja terjatuh dari sebuah atap bangunan. Saat itu Dede sedang beranjak masuk ke SMP, shock berat yang dia alami ketika mendengar berita bahwa ayahnya meninggal sempat membuatnya patah arang untuk melanjutkan sekolah, namun sang bunda lah yang memberikan motivasi kepada Dede agar dia tetap melanjutkan pendidikannya.

Seiring beranjakna waktu Dede pun mulai melupakan cerita pahitnya tersebut, dia mulai kembali membangun masa depan cemerlangnya dengan melanjutkan sekolah. Perjuangannya untuk masuk SMP pun tidak semudah mencoretkan pena diatas kertas, biaya masuk SMP yang mahal menyulitkan langkahnya ditambah dengan kurang mendukungnya prestasi akademik disaat dia duduk dibangku SD. Tak banyak yang bisa Dede lakukan bersama ibunya, jauh dari sanak saudara memang memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi mereka. Beruntung ada sekolah swasta yang mau menampung siswa kurang mampu dengan bayaran secara sukarela, kesempatan emas ini pun tak disia-siakan oleh mereka. Raut wajah bahagia terpancar dari wajah Dede dan ibunya, tak lupa mereka pun mengucap syukur kepada Tuhan yang telah memberikan jalan bagi mereka. Sungguh ironi melihat keseriusan mereka dalam memandang pendidikan karena kebanyakan masyarakat yang bernasib sama dengan mereka lantas memilih jalan memutuskan pendidikan dengan alasan biaya. Padahal jalan untuk mendapatkan pendidikan gratis akan selalu ada jikalau kita memang bersungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya, contohnya adalah yang terjadi dalam kehidupan Dede. Bu Masitoh ibunda Dede pun kini tak perlu bersusah payah memikirkan biaya untuk pendidikan anaknya, tinggal kebutuhan kehidupan bersama anak semata wayangnya yang dia emban sebagai kepala rumah tangga mengganti suaminya yang telah meninggal.

Bu Masitoh memang sudah memupuk jiwa mandirinya dalam perekonomian sejak suaminya masih hidup, yakni menjual krupuk mie didepan kontrakannya. Dede pun merasa turut prihatin dengan yang dialami oleh ibunya, terbesit dalam pikirannya ingin membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Membantu ibunya berjualan krupuk mie pun jadi pilihan Dede untuk membantu meneteskan keringat demi segelintir rupiah, tetapi dia lebih memilih berjualan krupuk mie berkeliling dari rumah ke rumah supaya hasilnya akan lebih menguntungkan. Kegiatan ini menjadi kegiatan sambilan Dede, dia sering berjualan krupuk mie setelah pulang dari sekolahnya.

Bermodalkan kantung plastik bening besar sebagai tempat membawa krupuk mie, kantung kresek untuk bungkus, dan ember kecil yang berisi bumbu kacang pun Dede berjualan krupuk mie dari tiap kampung ke kampung, peluh sehabis sekolah dia lupakan hanya untuk membantu ibunya. Berkilo-kilo meter jalan dia lalui sambil membawa beban dagangannya, harapan dan do’a selalu dia panjatkan disetiap langkahnya menjual krupuk mie agar dagangannya selalu laku dan mendapatkan hasil keuntungan yang banyak untuk diserahkan kepada ibunya. Selayaknya perasaan dasar seorang ibu pada umumnya, bu masitoh pun merasa iba dengan apa yang dilakukan oleh anaknya. Andaikan nasibnya lebih baik dari nasibnya yang sekarang, beliau mungkin tidak akan memperkenankan anaknya bekerja untuk membantunya menghasilkan uang, pastinya Dede akan diminta fokus dengan sekolahnya.

Namun bu Masitoh selalu berkata kepada dirinya sendiri “hidup bukanlah untuk mengandai-andai agar mendapatkan sesuatu, tetapi haruslah bekerja keras agar bisa mewujudkannya menjadi nyata”. Bu Masitoh memang selalu memberikan suntikan motivasi-motivasi kepada Dede, selain untuk menguatkan dede dalam menghadapi kerasnya kehidupan juga memberikan pencerahan dalam langkah kehidupannya kelak. Sekolah adalah tempat Dede menaruh segenggam harapan untuk menggapai kehidupan yang lebih indah, bagi dirinya dan bagi ibunya. Niat yang sungguh-sungguh pun diikuti oleh pengamalan yang sungguh-sungguh pula,

Dede tak pernah bolos sekolah, selalu giat dalam belajar, dan selalu membantu pekerjaan orang tua. Seperti halnya para anak-anak, Dede pun memiliki cita-cita yakni menjadi anggota DPR. Mengapa menjadi anggota DPR? Dede memang merupakan anak yang peduli dengan lingkungan sekitarnya, keadaanlah yang telah membuat perasaan Dede menjadi merasa sehati dengan lingkungan sekitarnya. Niat tulus Dede untuk membantu sesama pun dia curhatkan kepada ibunya, sontak ibunya sangat terkejut mendengar pernyataan dari Dede. Kondisi DPR baru-baru ini memang kurang sedap terdengar ditelinga masyarakat, hal inilah yang menjadi dasar Bu Masitoh terkejut mendengar pernyataan dari Dede yang bercita-cita menjadi anggota DPR. Sebenarnya berbagai kasus yang melilit para anggotanya yang menjadikan DPR berkonotasi negatif dimata masyarakat bukan dari kinerjanya, mungkin suatu saat nanti orang-orang seperti Dede lah yang akan menjadi wakil rakyat yang memang ikut pula merasakan kerasnya kehidupan di masyarakat. Bu Masitoh pun menyemangati Dede untuk menjadi anggota DPR yang baik, tanpa menghiraukan masalah-masalah yang sedang menghinggapi DPR. Wejangan-wejangan dari bu Masitoh pun semakin mengokohkan hasrat kuat Dede untuk menjadi anggota dewan, keluguan dan ketulusan dari Dede pun membuat bu Masitoh mencucurkan air mata kebahagiaannya karena anaknya memiliki cita-cita yang mulia. Di usia ke 13 tahunnya ini Dede sudah memiliki niat baik dan tulus untuk membantu sesama, karena biasanya anak-anak diusia seperti ini disibukan oleh berbagai macam permainannya masing-masing. Dengan berjualan krupuk mie lah Dede mencoba mengumpulkan dana untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya sebagai modal mewujudkan cita-citanya, walaupun sebagian besar keuntungan penjualan diserahkan kepada ibunya, namun dede tak meyesal karena dia yakin dengan pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Seiring berjalannya waktu dede pun memiliki beberapa pelanggan setia yang selalu membeli krupuk mienya, krupuk mie dede memang memiliki cita rasa yang unggul dibandingkan krupuk mie lainnya. Krupuk mienya disangrai menggunakan pasir dan bumbu kacang buatan ibunya memang dua kombinasi menawan, menghasilkan krupuk mie yang rasanya enak, gurih, dan nikmat. Selain itu harganya yang murah pun semakin menambah daya tarik krupuk mie milik dede, tak pelak dagangannya pun selalu sold out setiap harinya.

Dede memang belum bisa mengolah krupuk mie, karena semua proses pengolahan krupuk mie sampai siap santap itu oleh ibunya. Tetapi lambat laun sambil membantu ibunya dalam proses mengolah krupuk mie akhirnya dia pun bisa mengolah sendiri. Kesenangan selalu hadir menyertai di keluarga mini ini, sedih setelah kehilangan seorang ayah pun sedikit demi sedikit mulai hilang. Namun dalam senyum bahagianya bu Masitoh ibunda Dede mengidap suatu penyakit aneh, penyakitnya akan kambuh apabila dia terlalu lelah apabila tenaganya diporsir terus bekerja. Bu Masitoh memang tidak hanya mengandalkan uang dari penghasilan menjual krupuk mie untuk memenuhi kebutuhan, sambil menunggu warung kecil-kecilannya dia juga menjual jasanya untuk mencuci pakaian. Para tetangganya hampir sering menggunakan jasa cuci pakaian dari Masitoh, selain untuk meringankan pekerjaan mereka pun merasa iba dengan keadaan yang menimpa Masitoh dan Dede yang harus bekerja keras memenuhii kebutuhan hidup.

Peluh-peluh keringat yang keluar dari pori-pori bu Masitoh setiap kali bekerja ternyata memancing penyakitnya kambuh kembali, namun dia mencoba menguatkan dirinya menahan penyakit tersebut dan terus menerus bekerja. Tetapi kemampuan raga bu Masitoh menahan penyakit pun akhirnya tumbang, kejadian itu terjadi saat dia sedang mencuci selimut tetangganya. Beliau pun pingsan disaat mengerahkan tenaganya untuk menjemur selimut yang berat, beruntung ada beberapa warga yang melihat kejadian tersebut lalu mereka segera melarikan bu Masitoh kerumah sakit. Waktu kejadian tersebut Dede masih disekolah,  sehingga dia tidak tahu menahu kejadian yang terjadi kepada ibunya. Seorang warga pun berusaha memberitahu dede dan datang kesekolahnya, sontak Dede terkejut dan menangis tesedu-sedu setelah mendengar berita buruk tentang ibunya. Akhirnya Dede pun meminta izin kepada gurunya seraya untuk pergi ke rumah sakit menjenguk ibunya. Di rumah sakit sudah banyak tetangga-tetangga yang menunggu disana, mereka pun turut peduli dengan keadaan bu Masitoh yang kini terbaring tak berdaya dikasur rumah sakit. Dokter yang menangani bu Masitoh pun memvonis beliau menderita penyakit aneh dan membutuhkan dana puluhan juta untuk menyembuhkannya. Mendengar pernyataan tersebut Dede pun bingung harus kemana dia mencari uang segitu banyaknya, butuh waktu puluhan tahun berdagang krupuk mie bagi Dede untuk mendapatkannya. Dalam keadaan terjepit ini Dede pun mengucap syukur karena orang tua satu-satunya masih bisa bertahan hidup, selain itu pun dia mengadu kepada tuhan atas segala kesusahan yang dialaminya seraya meminta pertolongan-Nya.

Para tetangga yang merasa kasihan kepada Dede pun akhirnya berinisiatif untuk mengumpulkan sumbangan, tak banyak memang yang bisa diberikan tetangga-tetangganya mengingat mereka pun bernasib hampir sama dengan keluarga Dede. Selain dukungan dana beberapa tetangga pun membantu untuk menunggui ibu Dede dan membiarkannya fokus untuk bersekolah kembali, akhirnya Dede pun kembali bersekolah seperti biasa. Dalam keadaan perasaan yang tak menentu Dede pun harus terus berusaha untuk mewujudkan cita-citanya dengan sekolah yang rajin, walaupun masalah demi masalah selalu mengahampiri kehidupannya.

Tidak habis akal Dede yang memang sedang membutuhkan dana tambahan untuk orang tuanya pun kembali berjualan krupuk mie, dengan kemampuan dasar mengolah krupuk yang didapatkan karena sering membantu orang tuanya pun Dede mencoba berikhtiar mencari tambahan dana untuk biaya rumah sakit. Namun kini dia berjualan di sekolahnya, karena waktunya pulang sekolah digunakan untuk menunggu orang tuanya dirumah sakit jadi tidak bisa berjualan seperti biasanya. Hampir satu minggu ibunda Dede dirawat kini keadaannya lambat laun mulai membaik, secepatnya kondisi ibunya pun akan kembali seperti semula. Namun tagihan dari rumah sakit yang cukup besar belum bisa terpenuhi, namun Tuhan memang maha kuasa dia pun memberikan pertolongan kepada Dede dan ibunya.

Dihari terakhir ibuya dirumah sakit, datanglah seorang pria berjas abu-abu dan berdasi coklat datang menghampiri mereka. Ternyata dia adalah donatur disekolah Dede yang juga membiayai fasilitas gratis sekolah untuk Dede, dia tahu kejadian yang dialami oleh Dede dari para guru di sekolahnya. Pria dermawan tersebut berniat membiayai pembayaran rumah sakitnya, dia pun tidak menuntut ganti apa-apa tetapi memberi dengan tulus dan ikhlas. Dede dan ibunya pun tak henti-hentinya mengucap syukur kepada yang maha kuasa, mereka pun sangat percaya bahwa jalan keluar akan selalu ada disetiap masalah yang dialami oleh manusia.

No Comments

Post A Comment
We work closely with you and carry out research to understand your needs and wishes.