Hidup yang Merata dengan Gerakan Mengajar Desa - Blogger Bandung | Penjaja Kata
Blogger Bandung yang menyediakan berbagai kebutuhan kata
Blogger Bandung | Copywriter
17014
post-template-default,single,single-post,postid-17014,single-format-standard,bridge-core-1.0.4,ajax_fade,page_not_loaded,,side_area_uncovered_from_content,qode-theme-ver-18.0.9,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.7,vc_responsive
 

Hidup yang Merata dengan Gerakan Mengajar Desa

Hidup yang Merata dengan Gerakan Mengajar Desa

Desa adalah lahan basah yang cepat mengering, apakah Anda cukup memahami maksud saya dengan kalimat tersebut? Desa dengan beragam keunikan dan kesederhanaan yang dimilikinya, mudah sekali memancing hati para penikmat dunia maya untuk bergerak menikmatinya. Produk turunannya pun beragam mulai dari bentangan alam yang dijadikan sebuah objek wisata, ataupun masyarakatnya yang dijadikan objek sosialita.

“Hah.. objek sosialita, apa maksudnya?” Mari saya jelaskan dari awal. Desa dengan kekayaan alamnya tentu sudah bukan hal yang asing lagi ya, hanya dengan satu jepretan kamera saja dapat menggerakan ratusan bahkan ribuan kaki, untuk rela bersusah-payah berkunjunga demi menyaksikan keindahannya secara langsung. Itulah produk dari desa yang hadir dalam bentuk wisata.

Sedangkan desa dalam bentuk objek sosialita, ialah masyarakatnya yang seringkali digambarkan sebagai sebuah pertunjukkan kesuksesan yang menawan di perkotaan. Padahal pada kenyataannya tidak semudah itu, peluh keringat yang ditumpahkan dalam angkutan umum, serta uang recehan yang telah Lelah dikumpulkan tak bisa jadi jaminan kesuksesan selayaknya yang sudah dipertontonkan.

Bak lahan basah yang cepat mengering: keberuntungan yang didapatkan dalam bentuk wisata maupun orangnya, tidak dapat bertahan lama menikmati masa jayanya. Ketidak-pahaman atau bahkan ketidak-tahuan mereka akan pengelolaan finansial sampai operasional, menjadikan keberuntungan yang datang hanya menjadi fenomena ajaib yang hanya terjadi 1x dalam seumur hidup.

Desa bak kehilangan jati diri, ia lupa bahwa posisinya tidaklah berbeda dengan kota, yang berbeda hanya pada perlakuannya saja. Ya, perlakuan yang tidak adil dari pembagi hasil, yang akhirnya berujung pada kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat yang tumbuh besar dari pedesaan. Desa butuh menemukan ruhnya, desa butuh berkaca bahwa mereka bisa, salah satunya dengan mendapatkan Pendidikan yang setara. Karena saat ini, pendidikan bukanlah sebuah pilihan antara mampu atau memaksakan, tetapi menjadi sebuah keharusan yang mesti diemban.

Dulu pendidikan dapat dijadikan sarana untuk menjangkau kesuksesan, saat ini tidak. Pendidikan adalah sebuah sarana untuk kita dapat memantaskan diri, hidup sejajar dengan sesama manusia di mana pun berada. Sebuah kalimat yang terasa berat, namun sudah nampak terlihat dari sosok bernama Gardian Muhammad, Founder sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Gerakan Mengajar Desa (GMD) dari Cianjur Jawa Barat.

Gardian Muhammad, sumber: undip.ac.id.

GMD adalah organisasi anak muda yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat khususnya di bidang Pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik. Hadir sejak tahun 2018, saat ini GMD memiliki kurang lebih 15.000 relawan dari 144 daerah dan 32 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersama pemerintah dan masyarakat, sejak tahun 2018, ia berjuang untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi warga sekitar. Menurutnya, pendirian GMD tak lepas dari pengalaman di lingkungan sekitar. Ia ingin agar semua orang sadar akan pentingnya pendidikan.

Baginya, program ini meningkatkan awareness kepada pendidikan. Sebuah pesan yang sangat penting, mengingat apa peran pendidikan bagi masyarakat di era yang baru ini. Setidaknya masyarakat dapat lebih sadar peranan pendidikan untuk hidupnya, sehingga tidak hanya melirik apa yang dilakukan GMD, tetapi juga ikut berpartisipasi langsung dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan. 

Gardian juga pernah menjadi delegasi Indonesia untuk United Ambassadors Model United Nations (MUN) Conference di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Selain itu, pernah menjadi Duta LAPOR Kemenpan-RB, sebuah aplikasi layanan lapor untuk masyarakat dan terpilih menjadi Ajudan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil melalui program Jabar Future Leaders.

Sangat disayangkan bila gerakan sebaik ini hanya dijadikan sampan bagi aktivitas kontestasi elit politik, dampaknya yang baik serta dapat besar manfaatnya bagi kehidupan di desa pantas untuk diberikan atensi lebih. Memang bila berkaca pada pedesaan di negara maju, seperti Jepang, tetap ditinggalkan oleh para anak mudanya yang lebih tertarik bekerja dan berkarya di perkotaan.

Namun yang penting digaris-bawahi ialah daya tariknya untuk negara luar tetap hebat dampaknya, buktinya banyak sekali orang Indonesia yang memilih bekerja di Jepang, walau ditempatkan untuk pekerjaan-pekerjaan berat dengan lokasi penempatan di pedesaan Jepang. Jauh, tetapi penghasilan mereka jauh lebih besar dari UMR di pedesaan yang ada di Indonesia. Memang biaya hidup di sana pun sama besarnya, tetapi kebiasaan hidup hemat yang diterapkan di Jepang akan lebih terasa dampaknya bila dibandingkan dengan menerapkan kehidupan extra hemat di Indonesia.

Desa bisa seberdampak itu pada kehidupan sosial, tentu kita tidak bisa berharap lebih agar pedesaan-pedesaan di Indonesia dapat setara dengan pedesaan di negara maju. Terlalu fiksi untuk membayangkannya, yang paling nyata tentu mendukung para anak muda yang memiliki atensi dan serta berani beraksi seperti Gardian, agar dapat bertahan untuk menjadi garda terdepan memberikan desa kehidupan yang lebih baik.

No Comments

Post A Comment
We work closely with you and carry out research to understand your needs and wishes.