15 Aug Gambut Bukan Lahan Gabut
Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, tentu akan sangat asing sekali dengan lahan gambut. Pengertian gambut menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Permen LH No.7/2006 menjelaskan tanah gambut yaitu tanah hasil penumpukan bahan organik melalui produksi biomassa hutan hujan tropis.
Berdasarkan pencarian di internet, Rawa Lakbok yang berlokasi di Ciamis menjadi satu-satunya lahan gambut yang ada di pulau Jawa. Bagi saya yang lahir dan tumbuh di kota Bandung, pengetahuan serta wawasan saya mengenai gambut pun sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Mungkin hanya sekadar ingat namanya saja dari pelajaran biologi di masa sekolah.
Namun setelah dewasa, mencerna berbagai berita menarik tentang kekayaan alam di Indonesia, lahan gambut menjadi salah satu hadiah Tuhan yang senang saya pelajari baru-baru ini. Gambut memiliki karakteristik yang unik serta hidup dengan fungsi yang beragam seperti pengatur tata air, pengendali banjir, sebagai habitat (tempat hidup) aneka ragam jenis makhluk hidup dan sebagai gudang penyimpan karbon dan berperan sebagai pengendali kestabilan iklim global.
Ciri lahan gambut dapat dilihat dari adanya lapisan gambut dengan ketebalan lebih dari 40 cm dan mengandung bahan organik lebih dari 30% jika fraksi mineralnya mengandung lempung sebesar 60%, atau mengandung bahan organik lebih dari 20% jika fraksi mineralnya tidak mengandung lempung.
Sifat lahan gambut sangat berbeda dengan tanah mineral berkaitan dengan sifat kimia, fisika, dan biologi. Ciri lahan gambut dapat berubah akibat adanya tindakan manusia seperti pembukaan lahan, pembakaran lahan, pembuatan saluran drainase, dan penambangan.
Ya, dengan beragam fungsinya, lahan gambut selalu hidup dalam ancaman. Walau penyebab kebakaran lahan gambut sering dikaitkan dengan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) atau kerap dikenal dengan istilah El Nino, tetap saja penyebab paling besar terhadap musnahnya lahan gambut ialah karena ulah tangan manusia.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pantau Gambut, kejadian kebakaran paling umum disebabkan karena adanya kegiatan pembakaran pada saat pembukaan lahan gambut untuk persiapan lahan, baik itu dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat.
Alasan utama melakukan pembakaran pada saat melakukan pembukaan lahan adalah karena cara tersebut terbilang mudah, biaya yang diperlukan termasuk murah, dan prosesnya cepat. Namun demikian, pembakaran lahan pada saat pembukaan lahan dapat memberikan dampak buruk terhadap kondisi biofisik gambut dan dapat menyebabkan terjadinya kebakaran lahan gambut dalam skala yang luas.
Kebakaran yang terjadi di lahan gambut didominasi dengan smouldering combustion. Smouldering combution merupakan bentuk pembakaran tanpa api, berasal dari oksidasi yang terjadi pada permukaan bahan bakar yang padat. Hal inilah yang membuat kebakaran di lahan gambut bukan hanya terjadi dalam hitungan hari, bahkan bisa terjadi dalam hitungan berbulan-bulan.
Pada akhirnya kebijakan pemerintah untuk melakukan pengontrolan terhadap tata kelola lahan gambut harus lebih detail, jangan sampai ada pihak tertentu yang ingin mendapat untung sendiri tanpa memerhatikan keberlangsungan hidup yang ada di lahan gambut. Pada akhirnya, kita semua pun harus #BersamaBergerakBerdaya untuk menjaga hutan maupun lahan gambut agar tidak terbakar, sehingga Indonesia dapat memiliki sumber daya alam yang terjaga kelestarian dan juga fungsionalnya dalam memberikan manfaat pada alam sekitar.
Gambut bukan hanya lahan gabut, berbagai bentuk kehidupan menggantungkan masa depannya dari semua karunia Tuhan yang dititipkan padanya. Mari bantu jaga & lestarikan agar lahan gambut bisa menjadi bagian hidup Indonesia kini hingga nanti.
No Comments