03 Jun Cegah Masa Depan Hutan yang Suram dari Sekarang
Mencegah lebih baik daripada mengobati, sebuah ungkapan yang umum disebutkan dalam dunia Kesehatan. Namun tak hanya dalam upaya menjaga kesehatan saja, ungkapan ini juga nyatanya berlaku pada hal lain salah satunya dalam mencegah terjadinya kerusakan hutan.
Mengikuti online gathering dengan tema Peran Komunitas untuk Menjaga Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim, bersama tim #EcoBloggerSquad, Hutan Itu Indonesia & Kabupaten Lestari menyadarkan saya bahwa hal yang terpenting untuk dilakukan saat ini adalah mencegah terjadinya kerusakan hutan di Indonesia.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Christian Natalie, Manager Program Hutan Itu Indonesia, Indonesia masih memiliki area tutupan hutan yang cukup luas. Program-program penanaman kembali hutan atau reboisasi, justru bukan menjadi hal yang dibutuhkan oleh Indonesia.
Program agroforestry atau program yang yang ditujukan khusus pada kawasan konservasi hutan, justru menjadi program yang penting untuk dilakukan. Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah dengan memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) semaksimal mungkin.
Kayu memang sudah menjadi produk umum dan unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dari hutan, namun sayangnya dampak yang dihasilkan tidak serta merta membuat hutan mendapatkan dampak yang baik pula.
Manisnya “madu” bisnis kayu membuat lahirlah aktivitas-aktivitas ilegal seperti penebangan liar, sehingga terjadilah keserampangan dalam pemanfaatan sumber daya dari hutan tanpa memperhatikan kesehatan hutan itu sendiri.
Belum lagi ancaman lain yang tak kalah menyiksanya bagi hutan. Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit, membawa banyak petaka bagi kesehatan hutan. Alhasil hutan sebagai rumah bagi beragam flora dan fauna, tak bisa menjaga mereka bisa hidup dengan layak di rumahnya sendiri.
Untuk itulah, kesadaran masyarakat diperlukan untuk bisa memberdayakan hasil hutan lain yang bukan kayu. Bahkan baiknya konsumsi kita terhadap produk-produk yang menggunakan bahan kayu lain pun bertahap bisa dicoba untuk dikurangi, misalnya penggunaan kertas.
Salah satu caranya tentu mencoba menerapkan gaya hidup paperless dan mengurangi ketergantungan kita terhadap sawit. Tentu untuk urusan paperless di masa sekarang akan lebih mudah dengan pertumbuhan teknologi yang telah semakin masif. Sedangkan untuk konsumsi minyak sawit bisa mulai diubah dengan minyak rapeseed. Minyak rapeseed merupakan alternatif minyak goreng yang sangat bagus untuk mengganti minyak goreng sawit.
Tak hanya itu saja, kita juga bisa mendorong produksi hasil hutan bukan kayu dengan mengonsumsi produk-produk olahan seperti kain gambo. Kain gambo diperkenalkan oleh Azizah Nurul Amanah dalam acara yang sempat saya singgung sebelumnya, ia merupakan perwakilan Selaras Lingkar Temu Kabupaten Lestari dari Musi Banyuasin.
Kain Gambo merupakan produk olahan yang menggunakan bahan pewarna alami dari pohon gambir, sejenis pohon perdu yang hidup tumpang sari di antara perkebunan karet. Masih banyak lagi produk-produk olahan lain dari hutan yang berasal dari bukan kayu, yang dikelola langsung oleh masyarakat yang tergabung dalam Lingkar Temu Kabupaten Lestari.
Peran kita terhadap konsumsi produk-produk tersebut, akan sangat memberikan dampak terhadap kesehatan hutan. Fokus utamanya tentu pada sektor ekonomi, semakin menggiurkannya produk HHBK di konsumen, tentu semakin banyak juga masyarakat yang bisa memanfaatkan sektor tersebut sebagai cara mengelola sumber daya hutan dengan baik dan aman.
Dengan ini, maka keberlangsungan masa depan hutan yang indah bukan hanya sekadar impian semata, namun bisa menjadi nyata dengan ikut serta kita semua untuk membantu hutan tetap terjaga.
Penjaja Kata
No Comments